Dua waktu Tidur Yang Di Benci Allah
1. Tidur di Pagi Hari Setelah Shalat Shubuh
DARI Sakhr bin Wadi’ah Al-Ghamidi radliyallaahu ‘anhu bahwasannya Nabi shallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda :
ﺎﻫﺭﻮﻜﺑ ﻲﻓ ﻲﺘﻣﻷ ﻙﺭﺎﺑ ﻢﻬﻠﻟﺍ
”Ya Allah, berkati lah bagi ummatku pada pagi harinya” (HR. Abu dawud 3/517, Ibnu Majah 2/752, Ath-Thayalisi halaman 175, dan Ibnu Hibban 7/122 dengan sanad shahih).
”Ya Allah, berkati lah bagi ummatku pada pagi harinya” (HR. Abu dawud 3/517, Ibnu Majah 2/752, Ath-Thayalisi halaman 175, dan Ibnu Hibban 7/122 dengan sanad shahih).
Ibnul-Qayyim
telah berkata tentang keutamaan awal hari dan makruhnya menyia-nyiakan
waktu dengan tidur, dimana beliau berkata : “Termasuk hal yang makruh
bagi mereka iaitu orang salih adalah
tidur antara
shalat shubuh dengan terbitnya matahari, kerana waktu itu adalah waktu
yang sangat berharga sekali. Terdapat kebiasaan yang menarik dan agung
sekali mengenai manfaat waktu tersebut dari orang-orang salih, walaupun
mereka berjalan sepanjang malam mereka tidak toleransi untuk istirehat
pada waktu tersebut hingga matahari terbit. Kerana ia adalah awal hari
dan sekaligus sebagai kuncinya.
Ia merupakan
waktu turunnya rezeki, adanya pembagian, turunnya keberkatan, dan
darinya hari itu berjalan dan mengembalikan segala kejadian, hari itu
atas kejadian yang mahal tersebut. Maka rugi tidur pada ketika itu
seperti tidurnya orang yang terpaksa” (Madaarijus-Saalikiin 1/459).
2. Tidur Sebelum Shalat Isya’
Diriwayatkan
dari Abu Barzah radlyallaahu ‘anhu : ”Bahwasannya Rasulullah
shallallaahu ‘alaihi wasallam membenci tidur sebelum shalat isya’ dan
bercerita selepasnya” (HR. Bukhari 568 dan Muslim 647).
hadits-hadits
Nabi menerangkan makruhnya tidur sebelum shalat isya’. Oleh sebab itu
At-Tirmidzi (1/314) mengatakan : “ulama menyatakan makruh hukumnya tidur
sebelum shalat isya’ dan bercerita setelahnya. Dan sebagian ulama’
lainnya memberi keringanan dalam masalah ini. Abdullah bin Mubarak
mengatakan : “Kebanyakan hadits-hadits Nabi melarangnya, sebagian ulama
membolehkan tidur sebelum shalat isya’ khusus di bulan Ramadan saja”.
Al-Hafidh Ibnu
Hajar berkata dalam Fathul-Baari (2/49) : “Di antara para ulama melihat
adanya keringanan (iaitu) mengecualikan bila ada orang yang akan
membangunkannya untuk shalat, atau diketahui dari kebiasaannya bahwa
tidurnya tidak sampai melewatkan waktu shalat. Pendapat ini juga tepat,
kerana kita katakan bahwa alasan larangan tersebut adalah bimbang
terlewatnya waktu shalat”.
No comments:
Post a Comment
Terima kasih diatas sokongan anda semua